Rabu, 04 Mei 2011

dasar teknologi benih





PEMATAHAN DORMANSI BENIH
(Laporan Praktikum Dasar-Dasar Teknologi Benih)







Oleh

Fernando Iskandar Damanik
















JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2010



I. PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang

Dormansi benih adalah sifat pada benih yaitu sifat tidak mau berkecambah. Benih dorman adalah benih yang tidak mau berkecambah walaupun berada pada lingkungan yang sangat mendukung untuk suatu proses perkecambahan benih. Benih menjadi dorman dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun faktor lingkungan, antara lain embrio yang belum masak, adanya hambatan kimiawi, dan adanya hambatan fisik. Hambatan fisik dapat berupa kulit benih yang keras yang sukar ditembus oleh akar maupun yang sulit ditembus oleh air dapat sebagai akibat genetik maupun lingkungan.

Benih lamtoro (Leucaena sp.) misalnya, mengalami dormansi karena kulitnya keras dan kedap terhadap air. Karena kedap terhadap air maka embrio benih sulit mendapat air dari lingkungannya. Akibatnya perkecambahannya terhambat. Benih dorman demikian dapat dipatahkan dormansinya dengan cara fisik (suhu tinggi) dan mekanik (skarifikasi). Dormansi merupakan strategi benih-benih tumbuhan tertentu agar dapat mengatasi lingkungan suboptimum guna mempertahankan kelanjutan spesiesnya. Terdapat berbagai penyebab dormansi benih yang pada garis besarnya dapat digolongkan ke dalam adanya hambatan dari kulit benih (misalnya pada benih lamtoro karena kulit benih yang impermeable terhadap air) atau dari bagian dalam benihnya (misalnya pada benih melinjo karena embrio belum dewasa). Benih yang mengalami dormansi organik ini tidak dapat berkecambah dalam kondisi lingkungan perkecambahan yang optimum. Di pihak lain terdapat kasus suatu benih yang mengalami dormansi sekunder, yaitu dormansi yang disebabkan oleh faktor lingkungan perkecambahan yang tidak optimum, misalnya benih selada yang berimbibisi pada suhu di atas 30 ÂșC. Akan tetapi, pada praktikum ini hanya digunakan benih lamtoro saja.


1.2 Tujuan Percobaan

Dalam melakukan praktikum “Pematahan Dormansi Benih” ada beberapa tujuan yang harus dipahami, yaitu sebagai berikut.
1.   Mempelajari cara pematahan dormansi benih dengan cara fisik dan mekanik
2.   Dapat membandingkan berbagai metode pematahan dormansi benih
3.   Dapat memecahkan dormansi pada benih lamtoro.











II. BAHAN DAN METODE



2.1 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah benih lamtoro gung (Leucaena glauca), ampelas, gunting, kertas merang berukuran 29 cm x 30 cm, plastik lembaran berukuran 20 cm x 30 cm, air, karet gelang, kertas label, Germinator tipe 73-2A/2B, dan alat tulis.


2.2 Metode Kerja

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut.
  1. Disiapkan benih lamtoro, 25 butir untuk dipotong, 25 butir untuk di ampelas, 25 butir yang direndam air panas, dan 25 butir untuk dijadikan kontrol. Masing-masing dengan 4 ulangan.
  2. Benih di ampelas pada bagian tepi yang berlawanan dengan embrionya sampai terligat kotiledonnya. Benih yang direndam air panas, yaitu diletakkan dalam saringan bersama benih di dalamnya dan dcelupkan dalam air panas mendidih selama 5 menit lalu dibasuh dengan air dingin. Benih yang dipotong di bagian tepi yang berlawanan embrionya dengan gunting, dan benih yang dilakukan tanpa perlakuan atau sebagai control.
  3. Masing-masing perlakuan di taruh di atas kertas merang yang telah dilembabkan dan disusun berselang-seling (seperti uji daya kecambah).
  4. Kemudian kertas merang yang berisi benih digulung lalu diikat dengan karet gelang dan diberi label yang berisi informasi tentang nama perlakuan, tanggal perlakuan, ulangan, program studi, dan kelompok.
  5. Ditaruh dalam Germinator IPB-73 2A/2B dengan posisi berdiri setelah semua perlakuan dijadikan satu dengan karet.
  6. Dilakukan pengamatan 2 kali, yaitu pada hari ke-5 dan hari ke-7. Akan tetapi hari ke-5 dimajukan pada hari ke-4 karena hari ke-5 adalah hari minggu.
  7. Kecambah dikatakan normal jika akar, hipokotil, dan plumulanya muncul sempurna dan tidak mengalami rusak.
















III. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN



3.1 Hasil Pengamatan

Dari praktikum yang telah dilakukan, didapat hasil pengamatan sebagai berikut.
  • Tabel Hasil Pengamatan
Perlakuan
Ulangan
Pengamatan


% KN


KN
KN
BM
BK
(%)
Kontrol
1
2
1
3
19
12

2
0
2
2
21
8

3
0
2
2
21
8

4
3
0
4
18
12
Rata2

1,25
1,25
2,75
19,75
10
Gunting
1
8
5
10
2
52

2
14
7
1
3
84

3
4
11
10
1
60

4
7
10
8
0
68
Rata2

8,25
8,25
7,25
1,5
66
Air panas
1
0
14
4
7
56

2
2
8
5
12
40

3
3
9
2
11
48

4
2
4
7
12
24
Rata2

1,75
8,75
4,5
10,5
42
Ampelas
1
14
1
6
4
60

2
13
2
10
0
60

3
15
0
9
1
60

4
11
2
7
4
52
Rata2

13,25
1,25
8
2,25
58

Keterangan :
KN     = Kecambah Normal
BM    = Benih Mati
BK     = Benih Keras


3.2 Pembahasan

Perkecambahan sebagai kejadian yang dimulai dengan imbibisi dan diakhiri ketika radikula memanjang atau muncul melewati kulit biji. Biji dapat tetap hidup, tapi tidak mampu berkecambah atau tumbuh karena beberapa alasan diantaranya adalah kondisi luar atau kondisi dalam. Keduanya dibedakan dengan istilah kuisen untuk kondisi biji yang tidak dapat berkecambah karena kondisi luar tidak sesuai. Dormansi untuk kondisi biji yang gagal berkecambah karena kondisi dalam, walaupun kondisi luar (suhu, kelembaban, air) sudah sesuai.

Untuk menguji benih tersebut dorman atau tidak, maka dilakukan uji pematahan dormansi dengan mengamati perkecambahan benih normal, abnormal, dan mati. Kriteria untuk kecambah benih normal adalah benih tersebut berkecambah dengan normal dan memiliki semua bagian yang meliputi (akar, hipokotil, plimula, kotiledon) yang menunjukan kesempurnaan dan lengkap tanpa kerusakan. Kecambah dinyatakan abnormal apabila salah satu atau lebih bagiannya tidak muncul, atau muncul tetapi rusak atau tidak sempurna. Kecambah mati apabila sampai akhir periode tidak menunjukan gejala perkecambahan dan bukan karena benih keras, apabila di uji dengan dengan uji tertrazolium akan menunjukan benih mati. Dan benih keras adalah benih yang tetap keras walaupun telah dilembabkan dalam penimbuh, apabila di uji dengan dengan uji tertrazolium akan menunjukan benih hidup. Faktor-faktor yang menyebabkan dormansi benih adalah faktor genetik yang meliputi fisik dan fisiologis. Dan faktor luar yakni dipengaruhi lingkungan.
Tipe-tipe dormansi pada benih dipengaruhi oleh dormansi fisik, karena pembatasan struktural terhadap perkecambahan, antara lain: impermeabilitas kulit biji terhadap air, resistensi mekanis kulit biji  terhadap pertumbuhan embrio, dan permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas. Dormasi fisiologis yaitu selain karena zat pengatur tumbuh, baik penghambat atau perangsang tumbuh, dapat juga disebabkan oleh sejumlah mekanisme, antara lain : immaturity atau ketidakmasakan embrio, after ripening, dormansi sekunder, dan hambatan metabolis pada embrio. Kombinasi dari dormansi fisik dan fisiologis.

Dormansi benih dapat dipatahkan dengan perlakuan mekanis yaitu dengan; skarifikasi yaitu dengan mengikir atau menggosok kulit benih dengan kertas amplas, melubangi kulit benih dengan pisau atau jarum, dan dengan goncangan sehingga kulit pecah sehingga lebih permeabel terhadap air dan gas; tekanan yaitu dengan diberi tekanan hidraulik 2000 atm pada 180 selama 5 – 20 menit; perlakuan kimia, bahan kimia yang digunakan adalah potassium hydroxide, asam hidrochlorit, potassium nitrat, dan thiourea; perendaman dengan air, yaitu air dipanaskan hingga 1800-2000F dan dibiarkan hingga 5 menit; pemberian temperatur (stratifikasi serta temperatur rendah dan tinggi), dan perlakuan dengan cahaya.

Pada percobaan pematahan dormansi benih ini, menggunakan dua cara yaitu dengan cara fisik dan mekanik. Dengan cara fisik yaitu dengan merendam benih ke dalam air panas (suhu tinggi) selama beberapa waktu, sedangkan cara mekanik yaitu dengan mengampelas benih berlawanan dengan embrionya, dan menggunting bagian embrio dengan gunting  kuku. Benih yang diujikan dalam percobaan ini adalah benih lamtoro  (Leucaena glauca). Karena sifat benih ini yang mempunyai kulit benih keras yang sukar ditembus oleh akar maupun yang sulit ditembus oleh air dapat sebagai akibat genetik maupun lingkungan.

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan, benih lamtoro yang digunting pada bagian embrionya menunjukkan persentase kecambah normal (KN) yang paling banyak yakni rata-rata sebesar 66 %, untuk benih lamtoro yang di ampelas rata-rata % KN adalah 58 %, benih yang direndam air panas rata-rata % KN adalah 42 % sedangkan rata-rata % KN pada kontrol adalah 10 %. Hal ini menunjukkan bahwa benih dorman akibat hambatan fisik berupa kulit benih yang keras dapat dipatahkan dormansinya dengan cara mekanik, yaitu dengan mengampelas benih yaitu untuk menipiskan kulit benih agar air dapat masuk.

Selain itu, dapat juga dilakukan dengan menggunting bagian benih tertentu untuk membantu masuknya air ke dalam benih dan juga dengan cara fisik, yaitu merendam benih lamtoro dengan air panas. Untuk yang paling efektif, sebaiknya benih lamtoro digunting menurut hasil yang didapat. Karena dengan cara digunting, dapat melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas. Atau dengan cara di ampelas jika tidak di gunting.


Faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya dormansi pada benih sangat bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan tipe dormansinya, antara lain yaitu : karena temperatur yang sangat rendah di musim dingin, perubahan temperatur yang silih berganti, menipisnya kulit biji, hilangnya kemampuan untuk menghasilkan zat-zat penghambat perkecambahan, adanya kegiatan dari mikroorganisme.

























IV. KESIMPULAN



Dari hasil pengamatan dan pembahasan yang didapat, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
  1. Faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya dormansi pada benih adalah temperatur sangat rendah di musim dingin, perubahan temperatur silih berganti, menipisnya kulit biji, hilangnya kemampuan untuk menghasilkan zat-zat penghambat perkecambahan, adanya kegiatan dari mikroorganisme.
  2. Persentase kecambah normal (KN) yang paling banyak yakni rata-ratanya sebesar 66 %, yaitu pada perlakuan digunting.
  3. Cara digunting dapat melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas. Atau dengan cara di ampelas jika tidak di gunting.












DAFTAR PUSTAKA



Cipta, Rineka Redaksi. 1992. Teknologi Benih, Pengolahan Benih dan     Tuntunan Praktikum. Rineka Cipta. Jakarta.

Mugnisjah (et..al). 1994. Panduan Praktikum dan Penelitian Bidang         Ilmu   dan teknologi benih. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Pramono, Eko. 2002. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Teknologi   Benih. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Bandar          Lampung.

Sutopo, Lita. 1993. Teknologi Benih. Rajawali Pers. Jakarta.














LAMPIRAN



v  Perhitungan
% KN = Jumlah Kecambah Normal     x 100 %
             Jumlah Benih yang ditanam
a. Kontrol
  1. % KN =   3  x 100 % = 12 %
    25
  1. % KN =   2  x 100 % = 8 %
    25
  1. % KN =   2  x 100 % = 8 %
    25
  1. % KN =   3  x 100 % = 12 %
    25
b. Perlakuan dengan Gunting
  1. % KN =  13  x 100 % = 52 %
    25
  1. % KN =  21  x 100 % = 84 %
    25
  1. % KN =  15  x 100 % = 60 %
    25
  1. % KN =  17  x 100 % = 68 %
    25
c. Perlakuan dengan Air Panas
  1. % KN =  14  x 100 % = 56 %
    25
  1. % KN =  10  x 100 % = 40 %
    25
  1. % KN =  12  x 100 % = 48 %
    25
  1. % KN =   6  x 100 % = 24 %
    25
d. Perlakuan dengan Ampelas
  1. % KN =  15  x 100 % = 60 %
    25
  1. % KN =  15  x 100 % = 60 %
    25
  1. % KN =  15  x 100 % = 60 %
    25
  1. % KN =  13  x 100 % = 52 %
    25
     S2  =     
a. Kontrol
S2  = 4(122 + 82 + 82 + 122) – (40) 2
                            4(3)
        = 1664 – 1600  = 5,33
                   12
b. Gunting
S2  = 4(522 + 842 + 602 + 682) – (264) 2
                       4(3)
        = 71936 – 69696  = 186,67
                   12
c. Air Panas
S2  = 4(562 + 402 + 482 + 242) – (168) 2
                       4(3)
        = 30464 – 28224  = 186,67
                   12
d. Ampelas
S2  = 4(602 + 602 + 602 + 522) – (232) 2
                       4(3)
        = 54016 – 53824  = 16
                    12

t-hitung   =   

  • t-hitung kontrol – gunting
t-hitung  =        10 – 66
               5,33/4 + 186,67/4
           =             -56            = -8,08
               1,3325 + 46,6675
  • t-hitung kontrol – air panas
t-hitung  =        10 – 42
               5,33/4 + 186,67/4
           =             -32              = -4,62
               1,3325 + 46,6675
  • t-hitung kontrol – ampelas
t-hitung  =        10 – 58
                  5,33/4 + 16/4
           =             -48              = -9
                    1,3325 + 4